“Kedisiplinan”, merupakan sebuah kata yang selalu diharapakan dan sangat penting dalam menjalani realita kehidupan sosial dimanapun kita berada. Baik itu di rumah, di sekolah, di jalan, dan dalam hidup bermasyarakat. Kedisiplinan sebagai penegak keteraturan hidup. Namun, bagaimankah realita sosialisasi kedisiplinan dalam masyarakat?
Keluarga merupakan titik awal sosialisasi nilai dan norma yang hidup di masyarakat. Diibaratkan bangunan, kedisiplinan adalah fundamennya, jika dasar itu kuat maka kuatlah bangunan di atasnya. Keluarga sangat menentukan pembentukan nilai, norma, dan kepribadian setiap individu. Selain faktor biologis yang dibawa individu itu sendiri. Banyak cara yang dilakukan untuk menanamkan kedisiplinan dalam diri individu. Cara tersebut dapat bersifat represif dan partisipatoris. Sifat represif misalnya, dengan kekerasan atau kediktatoran orang tua kepada anak. Agar anaknya takut dan selalu mematuhi keinginan orang tuanya. Apakah cara tersebut benar? tentunya tidak.
Di sisi lain, lembaga pembentuk kepribadian adalah sekolah (tempat pendidikan). Banyak realita tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum ‘senior‘ dan oknum ‘guru’ kepada muridnya. Penanaman kedisiplinan yang diktatoris agar bawahannya takut dan segera mematuhi keinginannya bukanlah cara yang benar untuk menghasilkan generasi-ganerasi muda yang patriotisme dan berani.
“Kekerasan”, sebuah kata yang mungkin sangat kita benci. Sekarang mari kita renungkan, apakah hanya dengan kekerasan sekap disiplin dapat tertanam dalam hati? Mungkin kita pernah mendengar pepatah jawa mengatakan, ”Guru” adalah digugu lan ditiru. Pantaskah seorang pendidik melakukan tindak kekerasan? Tentunya hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan awal dari pendidikan yaitu, meningkatkan SDM dan mencetak insani yang berakhlak mulia. Sekarang pertanyaannya, muliakah kekerasan dalam pendidikan?
Mari kita pikirkan, apabila guru melakukan tindak kekerasan, bagaimana kepribadian anak didiknya? Tentunya jiwa-jiwa yang keras dan diktatoris yang akan tertanam dalam hati mereka. Bagaimana keadaan norma yang ada di negeri ini apabila kawula mudanya mempunyai sikap yang keras? Bagaimana keseimbangan kehidupan sosial apabila kehidupan penuh dengan masalah? Bagaimana pula jika diantara mereka menjadi pemimpin negeri ini mempunyai sikap yang keras? Tentunya figur pemimpin yang diktatoris akan muncul di negeri ini, dan Indonesia akan semakin terseret ke arah jurang perpecahan.
Tentunya masih banyak cara yang jauh lebih baik untuk menanamkan kedisiplinan kepada diri setiap individu, salah satunya adalah sikap menghargai dan tolerir terhadap orang-orang di sekitar kita, yang dapat membangkitkan semangat dan kesetiaan orang yang kita bina. Sikap saling menghormati, menghargai, dan saling melengkapi harus kita lakukan agar benih-benih potensi individu yang dapat membangun negeri ini dapat tumbuh subur di bumi ibu pertiwi.
Orang yang merasa dihargai akan terus hidup dinamis. Menuju ke arah yang lebih baik. Segala aturan yang mengikat mereka akan menjadi motivasi untuk hidup yang teratur, sikap kritispun juga akan muncul yang akan memperbaiki hal-hal yang kurang. Karena tanpa tekanan yang mengekang individu yang bersifat diktatoris, tentunya akan menumbuhkan sikap peduli untuk menata kehidupan di masa depan. Tapi, sikap yang terlalu halus dan lunak akan melemahkan jiwa seseorang. Orang yang kurang memiliki pandangan dinamis akan malas karena kurangnya motivasi dalam hidupnya.
Kemudian, apa yang harus kita lakukan?
Sikap penekanan terhadap kedisiplinan, haruslah mengetahui situasi, kondisi, dan waktu kapan kita harus melakukannya? Sehingga kita bisa membedakan kapan waktunya kita santai, bercanda, tartawa, dan kapan waktunya kita harus disiplin dan serius. Sehingga tidak akan berlebih terhadap tindakan tertentu, yang akhirnya berakibat buruk pada psikologis seseorang.
Akhirnya, marilah kita meningkatkan kedisiplinan agar tercipta kehidupan yang teratur dan juga kiat yang berprofesi sebagai pendidik dan pembina dapat mengendalikan emosi dan berfikir jernih tentang bagaimana cara menanamkan kedisiplinan kepada murid atau anak didik kita. Mari jauhi kekerasan untuk menciptakan hidup yang teratur dan damai.
Kamis, 11 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar